Kamis, 09 Oktober 2008

informed consent

Informed consent atau Persetujuan Tindakan Medik (PTM) adalah suatu dokumen tertulis yang ditandatangani oleh pasien yang mengizinkan suatu tindakan tertentu pada dirinya. PTM baru mempunyai arti hukum bila PTM ditandatangani sesudah pasien mendapat informasi yang lengkap mengenai tindakan yang akan dikerjakan.
PTM penting sekali untuk diketahui karena hubungannya dengan perlindungan hukum. Dokter Bedah yang melakukan operasi, pada permukaan, sama saja dengan pembunuh yang menyobek perut orang dengan pisau. Yang membedakannya adalah operasi oleh Dokter Bedah dilakukan atas persetujuan pasien, dan dengan niat untuk mengobati suatu penyakit. Oleh karena itu pula Dokter Bedah menikmati perlindungan hukum setiap saat dia melakukan operasi.
Namun perlindungan hukum itu bukanlah tidak terbatas. Dokter Bedah hanya mendapat perlindungan hukum sebatas tindakan operasi yang diizinkan pasien. Batas tindakan operasi yang diizinkan itu tertulis dalam surat PTM. Apabila ia melanggar batas itu, maka dokter bedah itu tidak lagi dilindungi oleh hukum dan dapat diancam dengan delik penganiayaan, dan pembunuhan apabila pasiennya mati.
PTM mempunyai lima unsur yaitu: 1. Adanya tindakan; 2. Adanya resiko; 3. Adanya tujuan yang ingin dicapai; 4. Adanya batasan hukum dan etik; 5. Adanya opsi pilihan.
Adanya tindakan. PTM harus memuat jenis operasi yang akan dikerjakan. Jenis operasi ini haruslah dimengerti oleh pasien. Penjelasan ini kalau perlu dilakukan dengan gambar. Misalnya operasi usus buntu. Tindakan ini dijelaskan dengan menggambarkan apendix dan cara operasinya.
Adanya resiko. Setiap tindakan medik mengandung resiko. Ada resiko yang dapat diduga dan ada juga yang tidak terduga. Resiko – resiko ini harus dijelaskan pada pasien. Limfedema hampir bisa dipastikan, ditemukan pada pasien pasca operasi mastektomi radikal. Hal ini karena ketiak yang dibersihkan itu, merupakan jalan satu-satunya untuk cairan getah bening anggota menuju ke jantung. Keadaan sulit dicegah dan bisa dikurangi dengan memasang balutan. Resiko operasi usus buntu yang dapat diduga adalah kebocoran usus. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan ikatan pada pangkal usus buntu dan kalau perlu melakukan jahitan kantong tembakau. Untuk resiko yang dapat diduga harus diberitahu pula cara pengaamanannya.
Resiko yang tidak terduga harus diberitahukan dengan bijaksana dan bukan dengan menakut-nakuti. Maksudnya jangan sampai pasien tidak menyetujui operasi karena suatu resiko yang sangat kecil. Misalnya dengan mengatakan:”Wah kalau operasi ini bisa hilang suara.” Atau :”Operasi ini akibatnya lumpuh Pak.”
Adanya tujuan. Setiap tindakan, operasi atau tidak, mempunyai alasan, tujuan, keuntungan dan kerugian. Untuk operasi usus buntu: alasannya adalah untuk membuang sumber infeksi. Tujuannya adalah sembuh; atau tidak ada lagi keluhan sakit perut. Keuntungannya adalah resiko operasi yang sangat kecil. Kerugian bila tidak dioperasi, usus buntu itu akan pecah atau menahun.
Batasan hukum dan etik. Batasan hukum dan etik perlu diinformasikan kepada pasien. Aborsi tanpa alasan yang kuat dilarang di Indonesia. Demikian juga dengan eusthanasia . Hal-hal yang menyangkut operasi perubahan identitas, perlu mendapat informasi yang sempurna.
Opsi pilihan. Opsi lain perlu diinformasikan juga. Dalam hal usus buntu memang tidak ada opsi lain selain operasi. Berbeda dengan batu ginjal yang masih mungkin “ditembak” . Opsi yang juga harus ditawarkan adalah pendapat banding atau dokter lain. (Dikutip dari Bahar Azwar, Sang Dokter, Keasaint Blanc, Bekasi)

Tidak ada komentar: